Temui Aku di Sini

Pertanyaan Tentang Siapa Aku (Sebuah Jawaban Filsafat)

Ada kalimat menarik yang barangkali bisa menambah jawaban tentang pertanyaan "siapa aku".
"Karakter itu diciptakan, bukan dicari."
"Manusia itu aktor bagi dirinya sendiri."
"Pada dasarnya manusia itu ibarat boneka yang dimiliki Tuhan, terserah boneka tersebut akan dibuang meski masih bagus, atau malah memilih boneka lain untuk disimpan walau jelek."

Mengapa anda membaca tulisan ini? Bila anda memang sedang mencari legenda diri anda, mari baca sampai tuntas!

Begini, sebuah pertanyaan filsafat tidak pernah seratus persen terjawab dengan hanya mengandalkan rasionalitas saja. Pertanyaan yang sulit, terutama bagi pemula adalah kalimat, siapa aku? Siapa aku, dua kata yang lebih menguatkan pada identitas kedirian bahwa diri tidak tahu tentang wujud. Kalau ada yang menjawab, aku adalah aku yang tidak sama dengan orang lain, itu juga bukan jawaban yang tepat. Atau ada yang ingin mengungkap bahwa, aku adalah jasad yang tak lebihnya mayat tapi bernafas, sama kurang tepatnya. Kadang jawaban dari pertanyaan akan menimbulkan pertanyaan baru kalau jawabannya kurang tepat. Saya katakan kurang tepat karena menurut saya tidak ada kebenaran yang mutlak benar, dan tidak ada salah yang mutlak salah. Bagi saya keduanya relatif. Salah akan benar di mata orang yang fanatik pada kesalahan bahwa yang salah itu benar, begitupun sebaliknya. Baiklah, kalau berdebat salah benar tidak akan ada ujungnya. Sebab berbicara yang demikian tak lebihnya berbicara hukum, berkepanjangan.

Siapa aku? Masih menjadi misteri. Banyak orang yang mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, termasuk saya. Untuk memutar otak sedikit agar mengerti tentang pertanyaan itu, mari kita berdiskusi sejenak dengan berargumen.

Sesuau yang akan saya tulis bukanlah sesuatu yang mengarah pada jawaban, tapi lebih pada pilihan.

Sekadar cerita, ini cerita saya sendiri. Tiga tahun yang lalu, waktu saya duduk di kelas satu sekolah menengah atas, ada seorang teman yang gemar sekali membaca buku-buku tentang filsafat, bahkan semua buku tentang Syeikh Stijenar dia lahap, apalagi filsafat barat. Dia sangat mahir bermain logika, katakanlah dia paham betul pelajaran logika dari kitab Ilmu Mantiq. Teman saya itu bertanya, siapa kamu? Waktu itu saya tertawa seraya berkata ya ini saya temanmu. Dia malah bertanya lagi, siapa kamu? Saya cengengesan waktu itu. Bagaimana saya menjawabnya tentang pertanyaan siapa diri ini? Akhirnya saya menyerah dan bertanya balik.

“Siapa kamu?” Ini kalimat saya padanya.

“Orang bertanya malah bertanya balik. Jangan tanya siapa orang lain kalau kamu belum tahu tentang jawaban itu. Siapa kamu?”

Pertanyaan kesekian membuat saya tidak bisa berkata apa-apa. Apa maksudnya, coba? Pikir saya saat itu. Saya tidak bisa menjawab. Dia mengatakan, kalau saya bisa menjawab, maka saya sudah bisa dikatakan seorang filsuf. Saya tidak begitu paham. Bayangkan saja, tidak ada ombak tidak ada angin dia malah tiba-tiba bertanya siapa saya. Aneh. Saya mencoba untuk tidak menggubris apa yang dia katakan selanjutnya, namun yang tetap bergeming sampai saat ini adalah kalimatnya tentang, bahwa dia tahu siapa dirinya sendiri dan tidak mau berbagi atau mengurangi rasa penasaran saya sedikit pun, malah menambahnya dengan kata, “Aku saja mencarinya bertahun-tahun, dan baru bisa menjawabnya kemarin”, demikian tukasnya. Ah saya tak mau ambil pusing, saya anggap dia pamer pengetahuan. Lalu saya mencoba melupakan.

Beberapa hari kemudian dia bertanya lagi dalam forum setelah diskusi. Maksud saya, diskusi telah selesai tapi dia buat forum lagi dengan sistem tidak resmi. Waktu itu larut malam, dan mata terlanjur kecut. Dengan santainya, di malam yang seharusnya diisi ketenangan sebelum tidur dia malah menagih kembali pertanyaan itu. Saya menjawabnya tak bisa. Tapi dengan cueknya dia berkata, tulislah jawabanmu dalam buku. Suatu saat aku akan membacanya. Itu saja. Selang beberapa tahun dia pindah sekolah, maksud saya melanjutkan jenjang pendidikan ke kota dengan jurusan filsafat. Kemarin, saya dengar dia telah mendirikan mazhab baru dalam memeluk islam. Ah, teman saya itu memang aneh.

Hal yang membuat saya berusaha dan berkeinginan mempelajari tentang diri ini memuncak karena itu. Karena, bagi saya, hidup tanpa mengetahui identitas diri bagaikan mayat. Atau, hidup tanpa mengenali gradiasi wujud diri adalah kehampaan. Saya tidak mau jadi yang demikian, dari ketidakinginan untuk menjadi demikian itu, saya mulai berusaha mengartikan dan mengeja diri. Sebenarnya saya ini siapa? Saya ini apa? Dan apa tujuan saya hidup? Mungkin itulah saya. Walau, jawaban itu masih jauh dari apa yang teman saya itu harapkan, tapi itulah langkah awal untuk saya mencari dan terus mencari.

Dalam karya Paulo yang berjudul Sang Alkemis dikatakan, setiap sesuatu itu memiliki legenda pribadinya masing-masing. Bagi saya, itu adalah salah satu jawaban yang bisa mengantar pada pertanyaan, siapa saya. Memang, dalam novel Dunia Shopie dan Dunia Anna pun tidak ada jawaban tentang pertanyaan siapa aku. Tokoh Shopie pun hanya berputar-putar pada pertanyaan itu tanpa ada penyelesaian, lantas beralih pada pertanyaan filsafat lainnya. Tapi pertanyaan itu bisa dilanjutkan pada si pembaca untuk mengartikan dirinya apa. Siapa saya? Anda sendiri yang bisa menjawabnya.

Dalam ilmu logika dikatakan, manusia adalah hewan, hewan yang berpikir. Bahkan, dalam pertanyaan logika pun membahas hal-hal yang sepele sebenarnya. Tentang pertanyaan pintu itu apa, ayah itu apa, ibu itu apa, dan remeh-temeh lainnya. Hal yang sering kita jumpai pun kadang kita tidak tahu makna mendasarnya apa. Tentang tanaman dan tumbuhan pun kadang kita tidak tahu apa perbedaannya. Seperti orang yang mengatakan tumbuhan dan tanaman tidak ada bedanya, sama-sama berkenaan tentang pohon. Baiklah, mereka yang demikian tidak begitu mau mendalami tentang makna perbahasanya, bahwasanya tumbuhan itu adalah sesuatu yang tumbuh sendiri tanpa disengaja ditanam, sedang tanaman adalah sesuatu yang sengaja ditanam, dirawat, itulah tanaman. Sekarang kita bisa memahami sesuatu di sekitar yang tampak sepele. Mulailah dengan pertanyaan kritis untuk memahami legenda pribadi kita.

Selebihnya, saya bukan ahli filsafat, apalagi filsuf, bukan. Saya hanya mahasiswa yang kebetulan dapat pelajaran itu, dan berusaha menulis apa yang saya pahami tentang sesuau yang diberi dosen. Tak lebih. Selebihnya lagi, saya kembali pada buku yang pernah saya baca. Entah di buku yang mana, pengarangnya siapa dan judulnya apa. Terakhir, saya serahkan pada anda yang mau mencari tahu lebih.[]
Labels: 2017

Terima kasih telah membaca Pertanyaan Tentang Siapa Aku (Sebuah Jawaban Filsafat). Kalau Anda suka, bagikan!

0 Comment for "Pertanyaan Tentang Siapa Aku (Sebuah Jawaban Filsafat)"

Back To Top