Aku tahu satu hal tentang napas. Napas
itu kembang kempis di dada. Kalau dirasa seperti kembang api yang
meletup-letup. Dengan jelas kukatakan bahwa napas itu hidup. Hidup adalah
ketika sesuatu mengalir dengan normal di sebuah tubuh. Kukatakan tubuh apa pun.
Namun pertanyaannya, apakah cacing bernapas? Apa makhluk lucu itu memiliki
sesuatu yang mengalir? Aku masih penasaran tentang cacing. Awalnya diri ini
gemetar bahkan kadang geli menemui makhluk tak bertulang itu.
Cacing adalah hal yang membuatku tahu
tentang hidup. Bagaimana aku akan menjelaskanya dengan detail tentang cacing
dan hidup serta napas? Aku tak tahu akan menulisnya dari bagian mana. Yang
jelas bahwa cacing itu hidup tapi tak hidup. Cacing mati kala ada dalam tanah.
Ya, sama seperti manusia saat di dalam tanah. Cacing hidup kala kulihat dia
berada di permukaan tanah, menggerakkan perutnya dengan semangat yang tinggi.
Kuakui cacing memiliki semangat tinggi dari makhluk mana pun. Bayangkan saja,
makhluk tanpa tulang serta panjang dan tak bermata itu bisa hidup dan bertahan.
Kukatakan cacing tak bermata karena aku tak pernah melihat matanya.
Cacing memiliki detak yang lembut di
tubuhnya. Cacing lebih jaya dan makmur dari kehidupan apa pun. Cacing tak
pernah bertengkar seperti ayam. Walau kadang ayam bertengkar karena cacing.
Cacing tidak pecundang seperti aku. Dia selalu menampakkan dirinya apa adanya,
tanpa satu pun hal yang ditutup-tutupi. Cacing hidup tenteram tanpa
memperebutkan makanan, walau kadang dia yang disalah-salahkan karena ada
makhluk lain yang suka makan.
Aku pernah mendengar orang mengatakan,
"si Bali banyak makan karena cacingan". Cacing yang disalahkan.
Padahal aku tak pernah melihat cacing makan nasi atau ikan, malah cacing itu
sendiri kadang yang dimakan ikan. Cacing hanya makan tanah. Ini menurutku. Aku
tak mau tahu tentang kata para ahli cacing yang mengatakan cacing begini begitu
dan sebagainya. Aku membahas cacing berdasarkan kehidupannya yang kutahu. Bahwa
cacing benar-benar hidup. Dia tak memilih-milih tempat. Kukatakan cacing ada di
mana-mana. Dia berada di pohon, singa, manusia, rumput, ikan, laut, tanah,
bahkan di langit. Pernah dengar lubang cacing? Aku kira cacing yang
melubanginya. Pernah dengar sapi cacingan, orang cacingan, pohon cacingan? Pernah?
Itulah hidup.
Aku pernah membayangkan akan
kemungkinan-kemungkinan. Mungkin semua makhluk di dunia ini tak akan hidup
tanpa cacing. Bahkan cacing itu sendiri.
Menggelikan memang kalau membahas
cacing. Tapi apa tidak lebih menggelikan saat makan mi instan yang tak lebihnya
seperti cacing itu?
Dulu cacing hidup dalam keterpurukan.
Dia tak mau keluar dari dalam tanah. Konon demikian. Apa ada yang pernah
mendengar tentang nabi yang menjadi cacing? Aku lupa namanya siapa. Tapi sering
kudengar kisah itu.
Kehidupan dan cacing seperti lantai
yang simetris. Keduanya memiliki garis-garis tertentu yang berhubungan. Walau
aku bukan ahli cacing, tapi aku ingin menulis bayanganku tentang kehidupan
cacing. Katakanlah diri ini sok filosofis tentang cacing. Kalau ada yang
menyindir bahwa aku mengungkapkan hal ini disangka mengagung-agungkan si
cacing, terserah. Silakan ada yang berpikir diri ini mengangkat derajat cacing
yang hina. Yang berpendapat demikian tidak sadar bahwa dirinya memiliki cacing.
Yang berkuasa atas lemah telah lupa
satu hal. Yang lemah dan tunduk pada penguasa juga lupa dalam satu hal. Mereka
tidak sadar akan adanya cacing dalam diri mereka. Memang aku tak memiliki
referensi lebih tentang kecacingan. Tapi aku akan tetap ngotot menulis dan
mendalami eksistensi tentang cacing. Awalnya risih membahas cacing. Bahkan saat
diri ini lama memikirkannya malah merasa mual, seakan dalam perut ini dipenuhi
cacing. Perut berbunyi, itu cacing. Karena membahas cacing akan membuat sadar
siapa kita.
Tulisan tentang hidup ini tak lebihnya
cacing. Waktu ditulis di kertas ada yang berkomentar tulisanku seperti cacing.
Memang benar, karena aku menulis tentang cacing kehidupan. Maaf cacing karena
aku telah membawa-bawamu.
Pembahasan kehidupan mendunia, bahkan
dari zaman filsuf klasik sampai filsuf modern yang pembahasan tentang kehidupan
seperti dikuasai robot. Aku berani bertaruh mesin juga bisa berfilsafat. Coba
tanya Google. Tapi aku khawatir mesin bisa paham tentang cacing. Ah, bahkan
mesin sendiri pun dipenuhi cacing buatan.
Hidup ini tak lebihnya napas yang
ditarik cacing setiap saat. Maka jangan sekali-kali memandang rendah cacing.
Walau dia memiliki berbagai ras dan jenis, seperti cacing pita, cacing obat,
dan cacing sebagainya, cacing tetap akan ada dalam keterasingannya.
Mungkin tulisan ini hanya omong kosong
tentang cacing yang coba diatasnamakan tentang kehidupan dan napas. Tidak.
Tidak demikian. Aku hanya ingin memandang napas dari segi cacing. Menjijikkan
memang. Tapi bukankah kehidupan jauh lebih menjijikkan? Jujur saja. Manusia
yang lupa kapan terbit dan terbenamnya matahari lebih rendah daripada cacing.
Orang yang suka menguasai dan memperbudak lebih menjijikkan dibanding cacing.
Bagi cacing, cacing yang baik adalah yang berguna bagi apa pun. Sedang manusia?
Perlu dipertanyakan. Andai manusia seperti cacing. Walau tanpa tulang dan kaki,
dia tetap sebagai cacing yang tak perlu belas-kasih.
Atas nama cacing kuwakilkan diri ini
menyampaikan unek-unek. Ceramah versi cacing bahwa: cacing tak butuh gizi dan
susu untuk kesehatan badan, cacing tak butuh kehormatan untuk menduduki
kekuasaan, cacing tak butuh terkenal untuk dibutuhkan sekitar, dan cacing tak
butuh alat pendeteksi yang canggih untuk mengetahui mana tanah yang subur dan
tidak. Alangkah cacingnya cacing. Dia benar-benar hidup.
Maaf bila cacing membuat kalian jijik
dan geli. Cacing tak pernah bisa bicara dan mengeluh, jadi biarkan aku yang
menyampaikan suara cacing. Selama ini dia hanya bisa diam dan menerima segala
tuduhan bahwa orang yang perutnya besar itu cacingan, padahal kemasukan ular di
semak-semak. Selama ini cacing hanya bisa diam dikatakan dirinya jelek saat
terkena panas, hingga ada istilah cacing kepanasan untuk mendeskripsikan
tulisan yang jauh dari mapan, cacing diam saja walau itu tidak benar. Dia
bergulat saat panas semata-mata menerima keadaan bahwa kemarau tidak selamanya
panas, dan penghujan tidak selamanya basah. Cacing bisa hidup di berbagai
cuaca. Itu saja. Sekian pengungkapan hidup oleh cacing yang coba selalu
bernapas walau dirinya berada dalam tanah.[]
Labels:
2017
Terima kasih telah membaca Pelajaran Tentang Cacing. Kalau Anda suka, bagikan!
0 Comment for "Pelajaran Tentang Cacing"