Temui Aku di Sini

Jalan Lain Menuju Kebebasan



Adakah yang lebih mengerikan dari suatu sistem yang digunakan banyak orang dan dijadikan sebagai tempat bertemu dalam satu waktu melebihi berkumpulnya umat islam di mekah pada musim haji? Atau, adakah yang bisa membuat kesenangan, kesedihan, dan sifat keaku-akuan tertampung dalam satu wadah? Ada! Tempat itu bernama media sosial. Namanya media sosial, namun berisi segala hal yang melenceng dari kehidupan sosial. Lebih pantas disebut surganya angan.

Dari media sosial yang ada, Facebooklah yang paling memiliki sorotan kebebasan yang tak terbatas. Ditambah anak didik dari Facebook yang bernama WhatsApp serta Instagram. Ketiga platform itu memiliki kekuatan yang mengerikan. Ketika perusahaan lain menawarkan biaya pemasaran dengan harga 10, ketiga media sosial yang tak jauh beda dengan Facebook itu bisa menawarkan harga 1. Intinya lebih murah daripada penyedia layanan lain. 

Anehnya, ketiga platform itu memiliki jumlah pengguna terbanyak di seluruh dunia, padahal fungsinya tak jauh beda. Andai seperti Youtube, barangkali bisa ditoleran. Namun, untuk Youtube ini, dia tidak menjadi media sosial karena berisi konten video saja, jadi tak ikut serta dalam pembahasan ini. 

Media sosial menjadi jalan untuk mencapai banyak hal. Untuk nyinyir, iri, menampilkan kelebihan, kepintaran dan kebodohan, serta ingin dipuji, dan segala hal yang bersifat kebebasan ada di sana. Itulah mengapa, Chris Hughes yang merupakan salah satu pendiri Facebook mengharapkan WhatsApp dan Instagram dipisahkan dari Facebook, agar kegaduhan, ujaran kebencian, dan pelemahan terhadap perusahaan lain bisa teratasi. Hughes juga mengedepankan keinginannya itu dengan landasan, identitas seluruh pengguna, beserta keamanan terhadap suatu negara bisa terancam. Dengan pernyataannya tersebut, dia berharap negara tempat Facebook berada bisa mendukung keinginannya itu. Namun, Mark Zuckerberg yang merupakan pemilik Facebook dan CEO dari Facebook menyatakan, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Baik Facebook, WhatsApp dan Instagram dipisahkan, orang-orang tidak lantas akan berhenti melakukan caci-maki, pembohongan, dan segala jenisnya. Yang dibutuhkan adalah, negara membantu memperkuat privasi Platform tersebut. Permasalahan tersebut tak selesai, karena ini menyangkut Miliaran Dollar. 

Dengan demikian, secara tak langsung, media sosial memang tempatnya kebebasan, tak ada yang bisa menghentikan kebebasan itu kecuali koneksi internet di seluruh dunia lumpuh total, selama-lamanya. Karena bagaimana pun, bersikap di media sosial tak jauh beda dengan bersikap dalam kehidupan nyata yang benar-benar dijalani dalam keseharian. Ketika ada seseorang mengunggah foto telanjang, atau yang merangsang di akun pribadinya, tentu akan banyak komentar yang ketika orang si pekomentar tersebut bertemu secara langsung, si pengunggah akan merasakan kenyataan, bukan ilusi seperti yang dibayangkan bahwa media sosial itu bebas. Atau, contoh kecilnya, mengata-ngatai orang di media sosial, saat bertemu dengan orang yang dikata-katai akan ada perasaan berbeda, paling tidak rasa malu dan bersalah. Jujur, setiap orang memiliki titik tak enak rasa ketika melakukan kesalahan, sejahat apa pun orang itu. 

Karena media sosial sudah terlanjur menjadi ladang kebebasan, ketika media sosial itu berusaha dihapuskan, akan banyak sekali yang tidak terima. Terutama orang-orang yang sudah merasa hidup dengan akun media sosialnya, dan merasa paling berharga daripada akun-akun yang lain.[]
Labels: 2019, Kebudayaan, Renungan

Terima kasih telah membaca Jalan Lain Menuju Kebebasan. Kalau Anda suka, bagikan!

0 Comment for "Jalan Lain Menuju Kebebasan"

Back To Top